Nama
Abu Nawas sudah tak asing dalam cerita sastra Islam. Dia memiliki nama
Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami yang hidup di tahun 756-814 M.
Abu Nawas hidup di masa khalifah Harun
Al-Rasyid, kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah yang pusat
pemerintahannya di Bagdad.
Dalam karya sastra 1001 malam, sosok Abu
Nawas selalu disebut. Maklum, Abu Nawas terkategori sebagai salah satu
penyair terbesar sastra Arab klasik yang digambarkan sebagai sosok yang
bijaksana sekaligus kocak.
Hubungan Raja Harun Al-Rasyid dan Abu Nawas
terjalin akrab. Dalam beberapa kisah, Raja Harun Al-Rasyid dan Abu
Nawas ibarat sepasang. Saling mengisi cerita inspiratif.
Dalam suatu waktu, Raja Harun Al-Rasyid kelihatan amat murung. Itu terjadi beberapa hari dialami sang raja
Para ajudan dan staf kerajaan tak mampu menghiburnya.
Ada dua pertanyaan Raja yang tak mampu dijawab oleh semua menterinya.
Lalu para penasehat memutuskan untuk memanggil Abu Nawaz.
Para pengawal Raja Harun bercerita kepada
Abu Nawaz bahwa akhir-akhir ini Baginda Raja sulit tidur karena diganggu
oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.
Setelah dihadapkan ke Raja, Abu Nawaz matur;
“Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduk amaksudkan ?”
“Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua hal yang selama ini mengganggu pikiranku,” kata
Baginda Raja.
Baginda Raja.
“Bolehkah hamba mengetahui kedua hal yang mengganjal pikiran Paduka ?,” tanya Abu Nawaz.
Lalu Baginda Raja bertitah:
“Yang pertama, dimanakah sebenarnya batas jagad raya ciptaan Tuhan itu ?”
“Di dalam pikiran kita, wahai Paduka yang mulia,” jawab Abu Nawaz.
Tuanku yang mulia, lanjut Abu Nawaz;
“Ketidak terbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak
manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu dimana batas jagad raya ini. Sesuatu yang terbatas tidak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas.”
manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu dimana batas jagad raya ini. Sesuatu yang terbatas tidak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas.”
Mendengar penjelasan rinci Abu Nawas, Baginda Raja tersenyum lega.
Kemudian Baginda Raja melanjutkan pertanyaan yang kedua;
“Wahai Abu Nawaz, manakah yang lebih banyak jumlahnya; bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut ?”
“Ikan-ikan di laut,” jawab Abu Nawaz dengan tangkas dan cerdas.
“Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlahmereka ?” tanya Baginda Raja, heran !
“Paduka yang mulia, bukankah kita semua
tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkap dalam jumlah besar. Namun
jumlah mereka tetap banyak. Seolah-olah tidak pernah berkurang karena
saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak pernah rontok
,jumlahnya tetap saja !” begitu Abu Nawaz meyakinkan Baginda Raja.
Mendengar seluruh jawaban cerdas Abu Nawaz,
Baginda merasa senang dan sirnalah apa yang mengganjal pikiran Raja
Harun Al-Rasyid selama ini.
Baginda Raja akhirnya menghadiahkan uang yang cukup banyak untuk Abu Nawas dan keluarganya.
Diolah dari berbagai sumber