Raja Nyaris Terbunuh
Kisah Abu Nawas di malam hari ini akan mengisahkan tentang Abu Nawas yang
berhasil menyerahkan Baginda Raja untuk dipotong lehernya kepada para tukang
bubur kampung Badui.
Berikut Kisahnya
Pada suatu hari, Abu Nawas berjalan-jalan hingga ke kampung Badui di daerah
gurun jauh dari kota tempat tinggalnya.
Sesampainya di tempat tersebut, ditemuinya ada beberapa orang yang sedang
memasak bubur, susananya ramai sekali.
Tanpa disadarinya, ia
ditangkap oleh orang-orang itu dan dibawa ke rumah mereka untuk disembelih.
"Kenapa aku ditangkap?" tanya Abunawas.
"Wahai orang asing, setiap orang yang lewat di sini pasti akan kami
tangkap, kami semebelih seperti kambing dan dimasukkan ke belanga bersama
adonon tepung itu. Inilah pekerjaan kami dan itulah makanan kami
sehari-hari," jawab salah seorang dari mereka sambik menunjuk ke belanga
yang airnya mendidih.
Abu Nawas ketakutan juga, namun meski keadaan sedang terjepit, dia masih sempat
berpikir jernih.
"Kalian lihat saja, badanku kurus kering, jadi dagingku tak banyak, kalau
kalian mau besok aku bawakan temanku yang badannya gemuk sehingga bisa kalian
makan untuk lima hari lamanya. Aku janji, maka tolong lepaskan aku," pinta
Abu Nawas.
Karena janjinya itu, Abunawas akhirnya dilepaskan.
Leher dipotong
Di sepanjang jalan Abu Nawas
berpikir keras untuk menemukan siasat agar dirinya berhasil membawa teman yang
gemuk. Terlintas olehnya Baginda Raja.
"Seharusnya Raja tahu akan berita yang tidak mengenakkan ini, dan alangkah
baiknya kalau Baginda Raja mengetahui sendiri," gumannya dalam hati.
Abu Nawas segera saja
masuk ke dalam istana untuk menghadap Raja.
Dengan berbagai bujuk rayu, akhrinya Abunawas berhasil mengajak Baginda Raja ke
kampung badui tersebut.
Sesampainya di kampung badui tersebut, si pemilik rumah tanpa banyak bicara
langsung saja menangkapnya. Abu nawas segera meninggalkan tempat itu dan dalam
hati dia berpikir,
"Bila Raja pintar, pasti niscaya dia akan bisa membebaskan diri. Tapi
kalau bodoh, akan matilah ia karena akan disembelih orang jahat itu."
Sementara itu, didalam rumah Baginda tidak menyangka akan disembelih.
Dengan takutnya dia berkata,
"Jika membuat bubur, dagingku ini tidaklah banyak karena banyak lemaknya.
Tapi jika kalian izinkan, kalian akan aku buatkan peci kemudian dijual yang
harganya jauh lebih mahal ketimbang harga buburmu itu."
Akhirnya mereka menyetujuinya.
Baginda telah beberapa hari tidak terlihat di istananya, ia bekerja keras untuk
membuat peci untuk orang badui itu. Namun pada akhirnya beberapa ke depan
Baginda dibebaskan oleh para pengawalnya.
Hukuman untuk Abunawas
Setelah Baginda dibebaskan, barulah Abu Nawas dipanggil untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.
Abunawas dianggap telah mempermalukan rajany di muka rakyatnya sendiri.
"Wahai Abu Nawas, engkau ini benar-benar telah mempermalukan aku,
perbuatanmu sungguh tidak pantas dan kamu harus dibunuh," ujar Raja Harun
geram.
"Ya Tuanku, sebelum hamba dihukum, perkenankan hamba menyampaikan beberapa
hal," kata Abu Nawas membela diri.
"Baiklah, tetapi kalau ucapanmu salah, niscaya engkau akan dibunuh hari
ini juga," ujar Baginda Raja.
"Wahai Tuanku, alasan hamba menyerahkan kepada si penjual bubur itu adalah
ingin menunjukkan kenyataan di dalam masyarakat negeri ini kepada paduka.
Karena semua kejadian di dalam negeri ini adalah tanggung jawab baginda kepada
Allah SWT kelak. Raja yang adil sebaiknya mengetahui perbuatan rakyatnya,"
kata Abu Nawas.
Setelah mendengar ucapan Abu Nawas yang demikian, hilanglah rasa amarah baginda
Raja. Dalam hati beliau membenarkan ucapan Abunawas tersebut.
"Baiklah, engkau aku ampuni atas semua perbuatanmu dan jangan melakukan
perbuatan seperti itu lagi kepadaku," tutur baginda raja.
Sudah hampir mendekati akhir bulan, namun kisah abu nawas belum
memposting satupun tentang sosok Abunawas. Kiranya hampir terlupakan
sob.
Namun pada akhirnya Kisah Abunawas hadir kembali dengan kisah-kisah lucunya.
Ada-ada saja ulah Abu nawas ini, tapi maksud dan tujuannya sebenarnya baikm
yaitu menyadarkan orang-orang kaya yang sekampung dengannya agar selalu ingat
kepada Alloh SWT. Agar mereka sadar dari perbuatan untuk memperkaya diri
sendiri dengan cara apapun.
Nah, ide cemerlangnya kali ini adalah sebuah sandal ajaib.
Berkat sandal ajaib ini, akhirnya salah seorang diantara mereka bertobat kepada
Allah SWT.
Berikut Kisahnya
Kampung tempat tinggal Abu Nawas lama kelamaan membuatnya merasa tak nyaman
karena saking banyaknya umat Islam yang menumpuk-numpuk harta dengan
menghalalkan segala cara. Otomatis hal ini membuat Abu Nawas gusar, karena
sebagai seorang ulama, Abu Nawas berfikir bahwa hal itu bertentangan dengan
ajaran islam.
Untuk menghentikan
perbuatan buruk tersebut, Abunawas memutar otak mencari ide yang tepat untuk
menyadarkan banyak orang.
Setelah berpikir panjang, akhirnya ia menemukan ide cemerlang yaitu ide sandal
ajaib. Dengan mengambil peralatan sederhana, berangkatlah ia ke pasar untuk
gelar tikar menjual sandal-sandal.
"Sandal ajaib...sandal ajaib....sandal ajaib," kata Abunawas
berkali-kali di pasar.
Sesaat kemudian muncullah salah seorang pemuda yang melihat-lihat barang
dagangannya.
"Silahkan Tuan, mau mencari apa?" tanya Abunawas.
"Saya ingin mencari sandal yang bisa merubah hidupku yang miskin
ini," jawab pemuda itu.
"Apa maksud Tuan?" tanya Abunawas lagi.
"Saya ini sudah lama hidup miskin dan ingin sekali kaya raya. Saya ingin
membeli barang yang bisa memberikan saya keberuntungan," kata pemuda itu.
Sandal Ajaib
Sejurus kemudian Abunawas menunjukkan salah satu sandal ajaibnya. Ia mengatakan
bahwa sandal itu akan membikin penggunanya dari tak punya menjadi orang yang
punya. Karena tertarik, pembeli itu akhirnya jadi juga membeli sandal ajaib itu
dengan harga yang lumayan mahal.
Si pemuda langsung saja memakai sandal ajaib itu berkeliling kampung dengan
harapan semoga keberuntungan segera berpihak kepadanya. Akan tetapi, harapannya
tak kunjung terwujud. Jangankan keberuntungan, si pemuda malah dikira pencuri
di kampung tersebut. Untung saja para warga tak sampai menghakiminya.
Karena merasa tertipu, pemuda itu kembali lagi menemui Abu Nawas untuk protes.
"Assalamu'alaikum..." sapa pemuda itu.
"Wa'alaiukm salam..., eh ternyata Tuan, bagaimana kabar Tuan?" tanya
Abu Nawas.
"Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan gara-gara sandal ini. Padahal
dulu engkau mengatakan kalau sandal ini bisa mendatangkan keberuntungan, bisa
menjadi kaya dan terkenal, tapi mana buktinya?" protes si pembeli.
"Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu Tuan?" sergah
Abu Nawas.
"Saya hanya mengatakan bahwa bila Tuan pada mulanya orang yang tidak
punya, maka dengan membeli sandal ini Tuan akan menjadi orang yang punya.
Buktinya sekarang Tuan sudah memiliki sandal ajaib ini," kata Abu Nawas.
Pembeli Bertobat
Begitu mendengar penuturan Abunawas, pemuda itu hanya bisa diam, ia menyadari
bahwa dirinya sedang salah tafsir.
"Lalu mengapa engkau mengatakan bahwa sandal ini ajaib?" tanya
pembeli.
"Karena merk sandal ini adalah ajaib, sandal ajaib," jawab Abunawas.
Akhirnya pemuda itu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
"Tunggu Tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Tuan. Mungkin saja akan
ada manfaatnya," kata Abu Nawas.
"Jangan percaya kepada barang ajaib, karena percaya pada sesuatu selain
Allah SWT bisa membuat kita syirik dan akan mendapatkan kesusahan di dunia dan
akhirat kelak. Buktinya sebagaimana yang Tuan alami ini, oleh karena itu,
segeralah bertobat kepada Alloh SWT," kata Abu Nawas.
Mendengar penuturan Abu Nawas, sepertinya pemuda itu menyadari kesalahannya.
Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai
Allah SWT.
Mulai saat itulah ia bertobat kepada Allah SWT.
Selamatkan Raja dengan
Sorban Usang
Kisah Abu Nawas, tak ada habisnya
untuk diceritkan hingga kapan pun.
Seperti pada kali ini, Kisah Abu Nawas Blog akan mengisahkan sepak terjang,
kecerdikan Abu Nawas dalam menyelamatkan rajanya dari rongrongan para
pengkhianat.
Selidik punya selidik, ternyata yang telah melakukan pengkhianatan adalah para
menteri raja sendiri. Berkata bantuan Abu Nawas yang pandai ini, akhrinya bisa
ditemukan juga nama menteri yang telah berkhianat.
Berikut Kisahnya
Pada suatu hari di kerajaan yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid telah
terjadi huru hara. Rakyatnya tidak lagi mendapat ketenangan seperti biasanya
karena telah terjadi penculikan dan pembunuhan yang misterius.
Raja dan para
prajuritnya akhirnya mengetahui bahwa huru-hara tersebut bukan datang dari
musuh, namun dari dalam istana sendiri yang diotaki oleh para menterinya.
Namun, raja sangat kesulitan untuk mencari siap yang berseongkol terhadap
tindakan penculikan dan pembunuhan tersebut karena dia melihat bahwa para
menterinya semuanya taat kepadanya.
Dari itu, dipanggillah Abu Nawas yang dikenal memiliki otak yang cerdas.
"Kahir-akhir ini aku gelisah, seolah ada seseorang yang hendak mengkudeta
kerajaanku. Apa ada yang salah dengan kepemimpinanku?" tanya raja kepada
Abu Nawas.
"Ampun beribu ampun baginda, apa yang bisa hamba lakukan untuk
membantu?" tanya Abu Nawas.
"Begini wahai Abu Nawas, berilah cara kepadaku untuk menguji kesetiaan
para menteriku," kata raja dengan iming-iming hadiah.
"Baiklah paduka, berilah hamba waktu sehari saja agar bisa memikirkan
caranya," ujar Abunawas sambil bernjak meninggalkan rajanya.
Tes Kesetiaan menteri-menteri
Setibanya di rumah, Abunawas berpikir keras untuk menemukan cara yang terbaik
dan jitu. Karena kelelahan, Abu Nawas akhirnya tertidur dengan lelapnya.
Pada keesokan harinya ketika ia hendak shalat subuh,ia menemukan sorban yang
berbau tidak sedap. Sorban itu memang telah lama tidak dicuci oleh istrinya.
Dari situlah Abunawas menemukan cara jitu untuk menguji kesetiaan para menteri
kerajaan.
Setelah shalat subuh, Abu Nawas segera bergegas menuju istana kerjaaan untuk
menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas meminta raja untuk bersandiwara seolah telah memiliki sorban sakti.
Raja Harun seteju dan melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Abu Nawas.
Setelah itu, maka dikumpulkanlah kelima menterinya untuk menghadap.
Di hadapan para menteri itu, raj mengatakan bahwa ia telah mendapat hadiah
berupa sorbansakti hasil pemberian dari kerajaan lain. Dan salah satu kesaktian
sorban itu adalah bisa menentukan masa depan kerajaan di masa yang akan datang.
"Wahai para menteriku, bantulah aku untuk menentukan masa dean negeri
ini," titah raja.
"Bagaimana caranya wahai Baginda?" tanya salah seorang menteri.
"Masing-masing dari kalian, coba ciumlah sorban hadiah ini secara
bergantian. Apabila berbau wangi, maka kerajaan ini akan abadai. Namun, billa
baunya busuk, maka kerajaan ini tidak akan lama lagi akan segera runtuh,"
jelas raja.
Kehebatan Sorban Usang
Sesuai dengan perintah raja, para menteri satu persatu memasuki ruangan untuk
mencium sorban sakti tersebut. Setelah semuanya telah mendapatkan giliran, maka
dikumpulkanlah lagi menteri-menterinya.
"Bagaimana baunya," tanya raja.
"Sorban ini baunya sangat harum, niscaya kerajaan ini akan abadi,"
jawab menteri pertama.
Menteri kedua dan ketiga menjawab sama dengan menteri pertama. Intinya adalah
mereka berusaha untuk membuat rajanya senang.
Giliran menteri keempat dan kelima angkat bicara.
Di luar dugaan, menteri keempat dan kelima ini mengatakan bahwa sorab sakti
tersebut baunya busuk dan menyengat hidung.
Mendengar penyataan menteri keempat dan kelima itu, raja kahirnya membuka
rahasia bahwa sorban yang dikiranya sakti tersebut adalah milik Abunawas yang
sudah usang dan tidak dicuci lama sekali.
Bergetarlah badan dari menteri pertama,kedua dan ketiga.
"Kini aku tahu siapa diantara kalian yang telah berkhianat kepadaku.
Kalian telah terbukti berbohong dan kalian pantas untuk masuk penjara,"
ujar raja Harun.
Menteri pertama,kedua dan ketiga segera ditangkap dan dimasukkan ke dalam
penjara.
Kepada menteri keempat dan kelima, Raja Harun memberikan hadiah kepada mereka
karena kesetiaan yang telah diberikan. Tak lupa juga, Abu Nawas mendapat agian
hadiah yang telah dijanjikan oleh Raja Harun kemarin hari.
Lomba Mimpi di Bulan
Ramadan
Setiap bulan
Ramadan, umat islam diwajibkan berpuasa, tak terkecuali Abu Nawas. Abunawas
merupakan salah satu orang yang rajin berpuasa meskipun banyak teman-temannya
yang tidak berpuasa di bulan tersebut.
Bagi temannya yang tidak berpuasa, mereka mencoba mengakali sehingga Abunawas
tidak bisa berbuka puasa karenanya. Lewat kecerdikannya, akhirnya Abu Nawas
berhasil makan.
Tuh kan Abu Nawas.
Kisahnya.
Pada siang di bulan Ramadan, Abunawas didatangi oleh dua orang temannya yang
tidak berpuasa. Mereka bersekongkol untuk ngerjai Abu Nawas.
Tibalah mereka di depan pintu rumah Abu Nawas. Setelah mengucapkan salam, tanpa
basa basi lagi mereka mengajak Abu Nawas ngabuburit (mengisi waktu untuk
menunggi berbuka puasa.
Sampailah mereka di warung nasi, dan teman-temannya membeli nasi untuk
dibungkus. Abu Nawas mengira kalau teman-temannya sangat menghormati orang yang
berpuasa meski mereka tidak puasa karena temannya tidak makan di warung
tersebut, namun di bawa pulang.
Waktu Berbuka Puasa.
Setelah itu, mereka pergi meninggalkan warung tersebut dan sampailah di rumah
salah satu temannya. Begitu tiba berbuka puasa, Abu Nawas berkata,
"Wah, sudah waktunya berbuka."
"Minum saja dulu biar batal puasamu," kata temannya.
Abu Nawas pun segera minum dan selanjutnya menunggu. Teman mereka bilang,
"Silahkan shalat dulu, nanti ketinggalan shalat maghrib," kata salah
satu temannya.
Abu Nawas pun kemudian mengambil air wudhu dan menjalankan shalat maghrib.
Namun apa yang terjadi, setelah shalat maghrib pun Abu Nawas belum bisa makan
nasi karena temannya menyuruh agar mengaji Al Qur'an terlebih dahulu.
"Mengajilah Al Qur'an terlebih dahulu, mumpung perutmu masih kosong. Nanti
kalau sudah kenyang kamu mengantuk," kata teman Abu Nawas.
Abu Nawas merasa jengkel, seakan dikerjai oleh teman-temannya. Meski begitu Abu
Nawas nurut dan mengaji Al Qur'an.
Setelah mengaji, Abu Nawas malah diajak lomba tidur. Siapa yang mimpinya paling
indah maka dia berhak menyantap makanan.
"Abu Nawas, sekarang mari kita lomba tidur, esok pagi siapa yang mimpinya
paling indah dia bisa makan makanan ini," kata salah seorang temannya.
Lomba Mimpi Indah.
Abu Nawas mulai sadar kalau dirinya dikerjai teman-temannya.
Lomba tidur tersebut disanggupi oleh Abu Nawas dengan perasaan marah.
Pada esok paginya, mereka bertiga bangun. Salah satu temannya bercerita,
"Aku semalam mimpi indah sekali, mimpi punya mobil mewah, rumah mewah,
pesawat pribadi dan punya uang banyak sekali."
"Mimpimu indah, tapi egois sekali," kata teman yang satunya.
Kemudian teman yang satunya lagi mencerikan mimpinya.
"Aku semalam bermimpi bahwa negeriku ini tidak punya hutang,
infrastrukturnya bagus sekali, jalan-jalan yang mulus, pelabuhan-pelabuhan
lancar, ongkos transportasi murah, rakyat sejahtera hingga aku tidak bertemu
orang yang berhak menerima zakat."
"Wah, mimpimu hebat," kata temannya.
"Sekarang coba ceritakan mimpimu wahai Abu Nawas."
Abu Nawas bercerita,
"Mimpiku biasa saja. Semalam aku bermimpi bertemu Nabi Daud as, Nabi yang
gemar berpuasa. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari begitu terus tiap waktu.
Kemudian Nabi Daud as bertanya,
"Apakah engkau sudah berbuka wahai Abu Nawas?"
Saya jawab belum, kata Abu Nawas.
Kemudian Nabi Daud as menyuruh aku berbuka puasa dahulu. Kontan saja aku
cekatan bangun, mengambil makanan yang sudah kalian belikan."
Mimpi Abu Nawas sangat disesali oelh kedua temannya.
Mereka kalah cerdik dengan akal Abu Nawas.
Niat untuk ngerjai, eh malah dikerjai Abu Nawas.
Kisah Abu Jahal Dicambuk Malaikat
Blog Kisah Abu Nawas muncul lagi dengan kisah lain
yang tidak kalah menarik untuk dibaca yaitu Kisah Abu Jahal yang dicambuk
oleh Malaikat Kubur.
Abu Jahal mati secara mengenaskan dalam perang Badar Kubro.
Dalam perang itu ia ditaklukkan oleh anak muda.
Setelah dikubur, pemuka Quraisy itu mendapatkan siksaan dari malaikat di alam
kubur.
Berikut kisahnya
Dalam sejarah Islam telah dicatat, sahabat Abdurrahman bin Auf menceritakan
bahwa ketika ia berada di tengah-tengah Perang Badar Kubro, ia melihat dua anak
muda yang gagah berani itu.
Salah satu diantaranya lalu menghampirinya.
"Paman, tunjukkan kepadaku mana Abu Jahal," katanya
dengan lantang.
"Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya," tanya
Abdurrahman.
"Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah, dan aku pun
berjanji kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya
atau aku yang akan mati ditangannya," jawab anak muda itu.
Abu Jahal Kalah dan Mati
Abdurrahman pun dibuat kaget dibuatnya, lalu pemuda yang satunya lagi
memeluknya dan mengatakan hal yang sama kepada Abdurrahman.
Seketika itu juga Abdurrahman melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan
orang.
"Tidakkah kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan
tadi," tutur Abdurrahman.
Kedua pemuda itupun saling berlomba mengayunkan pedangnya kepada Abu Jahal
hingga keduanya berhasil membunuhnya.
Itulah sekelumit kisah kematian Abu Jahal, dan beberapa lamanya
diketahui bahwa Abu Jahal tengah mendapatkan siksa kubur.
Kisah yang mengesankan itu diceritakan oleh sahabat Ibnu Umar r.a.
Suasana Kuburan Abu Jahal
Pada suatu hari Ibnu Umar melakukan perjalanan dan melewati daerah bekas Perang
Badar Kubro.
Ketika sedang melintas di daerah tersebut, tiba-tiba dari dalam tanah yang ada
di hadapannya keluar sesosok manusia dan meminta sesuatu darinya.
"Wahai Abdullah, berilah saya air minum. Saya sangat haus," kata
sosok manusia itu beberapa kali.
Ibnu Umar seketika bingung apakah orang tersebut memanggila namanya dengan nama
Abdullah (Ibnu Umar atau Abdullah Ibnu Umar), ataukah memanggil nama orang
lain.
Karena kebiasaan orang Arab, memanggil nama orang yang tidak dikenal dengan
panggilan Abdullah juga.
Tak lama kemudian, di dekat orang yang pertama tadi, bangkit juga dari dalam
tanah satu sosok dengan membawa sebuah cambuk.
"Wahai Ibnu Umar, jangan engkau beri orang ini air minum dan jangan
dengar ucapannya," katanya.
Dicambuk Malaikat
Lalu sesosok itu mencambuk orang yang pertama bangkit itu hingga orang tersebut
kembali masuk ke dalam tanah.
Melihat kejadian itu, Ibnu Umar segera menjumpai Rasulullah SAW dan
menceritakan apa yang dialaminya.
Mendengar cerita Ibnu Umar, Rasulullah SAW balik bertanya,
"Benarkah apa yang kamu ceritakan itu tadi wahai Abdullah Ibnu
Umar?" tanya Rasulullah SAW.
"Benar ya Rasulallah," jawabnya dengan tegas.
Maka Rasulullah SAW berkata keada Ibnu Umar bahwa orang pertama yang
keluar dari dalamtanah itu adalah Abu Jahal yang mati dalam Perang Badar Kubro.
Sedangkan sosok kedua yang keluar dari dalam tanah tersebut adalah seorang malaikat
kubur.
Malaikat tersebut menyiksa Abu Jahal karena perbuatan yang dilakukan Abu Jahal
semasa hidupnya.
Nauzubillah Min Zalik..
Abu Nawas Paling Kaya
Raya
Sebagai rakyat kecil, Abu
Nawas sering menyelipkan kritikan-kritikan lewat humor-humornya yang jenaka
sehingga meski mengena, raja tetapi tak bisa marah dibuatnya. Seperti dalam kisah ini, pasar
tempat orang berdagang menjadi heboh gara-gara celotehan Abu Nawas. “Kawan-kawan,
hari ini saya sangat membenci perkara yang haq, tetapi menyenangi yang fitnah.
Hari ini saya menjadi orang yang paling kaya, bahkan lebih kaya daripada Allah
SWT,” ujar Abu Nawas.
Omongan Abu Nawas itu sungguh
aneh karena selama ini dia termasuk orang yang alim dan taqwa meski suka
jenaka. Karuan saja polisi kerajaan menangkap dan menghadapkannya kepada
khalifah.
“Hai Abu Nawas, benarkah engkau
berkata begitu?” tanya khalifah.
“Benar, Tuan,” ujarnya santai.
“Mengapa kau berkata begitu,
sudah kafirkah engkau?”
“Saya kira Khalifah-pun sama
seperti saya. Khalifah pasti membenci perkara yang haq,” ujarnya.
“Gila benar engkau,” bentak
khalifah mulai marah.
“Jangan keburu marah, Khalifah.
Dengarkan dulu
keterangan saya,” kata Abu Nawas
meredakan marah khalifah.
“Keterangan apa yang kau
dakwahkan. Sebagai seorang muslim, aku harus membela yang haq, bukan malah
membencinya, tahu?” ujar khalifah geram.
“Setiap ada orang membacakan
talqin, saya selalu mendengar ucapan bahwa mati itu haq, begitu juga dengan
neraka. Tidakkah khalifah juga membencinya seperti aku?” katanya.
“Cerdik pula kau ini,” ujar
khalifah setelah mendengar penjelasan Abu Nawas.
“Tapi apa pula maksudmu kau menyenangi fitnah?” tanya
khalifah menyelidik.
“Sebentar, Khalifah. Barangkali Anda lupa bahwa di
dalam Al-Quran disebutkan bahwa harta benda dan anak-anak kita adalah fitnah.
Padahal Khalifah menyenangi harta dan anak-anak Khalifah seperti saya. Benar
begitu, Khalifah?”
“Ya, memang begitu. Tapi mengapa kau mengatakan lebih
kaya daripada Allah Yang Mahakaya itu?” tanya khalifah yang makin penasaran
itu.
“Saya lebih kaya daripada Allah
karena saya mempunyai anak, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan,”
“Itu memang benar, tetapi apa
maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat keonaran?” tanya
khalifah tak habis mengerti.
“Dengan cara begini saya akan
ditangkap dan dihadapkan pada Khalifah,” jawabnya kalem.
“Apa perlunya kamu menghadapku?”
“Agar memperoleh hadiah dari
Khalifah,” jawab Abu Nawas tegas.
“Dasar orang pintar,” komentar
khalifah. Sidang yang semua tegang untuk mengadili Abu Nawas tersebut menjadi
penuh gelak tawa. Tak lupa khalifah memberikan uang sebagai hadiah kepada Abu
Nawas dan menyuruhnya meninggalkan istana. Ngeloyorlah Abu Nawas sambil
menyimpan dinar di sakunya. “Alkhamdulillah, dapat rejeki,” gumamnya.
Baginda Minta Mahkota
dari Surga
Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi
rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa
sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak. Baginda mulai keluar
istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di
sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda
mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam
barzah.
Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ. Ia bertanya kepada
ulama itu. "Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip
kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat
penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara
membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?"
Ulama itu berpikir sejenak kemudian Ia berkata, "Untuk mengetahui yang
demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang
yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular,
diganggu dan sebagainya. Ia juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan
memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. Ia merasakan hal semacam itu
seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan
keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta
dialaminya adalah dikelilingi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh
saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat
apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut
mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam
akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu,
termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar
biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena
barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking indahnya maka satu mahkota jauh
lebih bagus dari dunia dan isinya.
Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana. Baginda sudah tidak
sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil:
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan
aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau
sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi
tugas yang mustahil dilaksanakan itu.
"Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba
ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.
"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa
memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat."
jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu. "Kiamat, wahai Paduka yang
mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang
peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah
kiamat.
Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba
mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih
dahulu." Mendengar penjelasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam. Di sela-sela
kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,
"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja
tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon
diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.