Sebagai rakyat kecil, Abu
Nawas sering menyelipkan kritikan-kritikan lewat humor-humornya yang jenaka
sehingga meski mengena, raja tetapi tak bisa marah dibuatnya. Seperti dalam kisah ini, pasar
tempat orang berdagang menjadi heboh gara-gara celotehan Abu Nawas. “Kawan-kawan,
hari ini saya sangat membenci perkara yang haq, tetapi menyenangi yang fitnah.
Hari ini saya menjadi orang yang paling kaya, bahkan lebih kaya daripada Allah
SWT,” ujar Abu Nawas.
Omongan Abu Nawas itu sungguh
aneh karena selama ini dia termasuk orang yang alim dan taqwa meski suka
jenaka. Karuan saja polisi kerajaan menangkap dan menghadapkannya kepada
khalifah.
“Hai Abu Nawas, benarkah engkau
berkata begitu?” tanya khalifah.
“Benar, Tuan,” ujarnya santai.
“Mengapa kau berkata begitu,
sudah kafirkah engkau?”
“Saya kira Khalifah-pun sama
seperti saya. Khalifah pasti membenci perkara yang haq,” ujarnya.
“Gila benar engkau,” bentak
khalifah mulai marah.
“Jangan keburu marah, Khalifah.
Dengarkan dulu
keterangan saya,” kata Abu Nawas meredakan marah khalifah.
keterangan saya,” kata Abu Nawas meredakan marah khalifah.
“Keterangan apa yang kau
dakwahkan. Sebagai seorang muslim, aku harus membela yang haq, bukan malah
membencinya, tahu?” ujar khalifah geram.
“Setiap ada orang membacakan
talqin, saya selalu mendengar ucapan bahwa mati itu haq, begitu juga dengan
neraka. Tidakkah khalifah juga membencinya seperti aku?” katanya.
“Cerdik pula kau ini,” ujar
khalifah setelah mendengar penjelasan Abu Nawas.
“Tapi apa pula maksudmu kau menyenangi fitnah?” tanya
khalifah menyelidik.
“Sebentar, Khalifah. Barangkali Anda lupa bahwa di
dalam Al-Quran disebutkan bahwa harta benda dan anak-anak kita adalah fitnah.
Padahal Khalifah menyenangi harta dan anak-anak Khalifah seperti saya. Benar
begitu, Khalifah?”
“Ya, memang begitu. Tapi mengapa kau mengatakan lebih
kaya daripada Allah Yang Mahakaya itu?” tanya khalifah yang makin penasaran
itu.
“Saya lebih kaya daripada Allah
karena saya mempunyai anak, sedangkan Allah tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan,”
“Itu memang benar, tetapi apa
maksudmu berkata begitu di tengah pasar sehingga membuat keonaran?” tanya
khalifah tak habis mengerti.
“Dengan cara begini saya akan
ditangkap dan dihadapkan pada Khalifah,” jawabnya kalem.
“Apa perlunya kamu menghadapku?”
“Agar memperoleh hadiah dari
Khalifah,” jawab Abu Nawas tegas.
“Dasar orang pintar,” komentar
khalifah. Sidang yang semua tegang untuk mengadili Abu Nawas tersebut menjadi
penuh gelak tawa. Tak lupa khalifah memberikan uang sebagai hadiah kepada Abu
Nawas dan menyuruhnya meninggalkan istana. Ngeloyorlah Abu Nawas sambil
menyimpan dinar di sakunya. “Alkhamdulillah, dapat rejeki,” gumamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar